Jumat, 20 November 2009

Perjalanan Meditasi hari ke 4

Perjalanan Meditasi ke-4
Pada waktu mulai meditasi, mata rohaniku gelap seperti ada mendung. Untuk membuka mata rohani, aku tundukkan kepala dengan kondisi bathin tetap tegak, kemudian setelah beberapa lama kepala ditegakkan kembali, terasa ada sinar menerpa mukaku , kemudian mata rohanku terbuka.
Sinar illahi diarahkan keseluruh badan, terutama kerongga dada, seluruh kotoran emosi terasa dibakar habis. Kemudian sinar illahi itu hilang, tetapi kondisinya sudah lain, bathin terasa cerah dan tenang. Selanjutnya aku diam didalam ketenangan itu, pikiran dikosongkan, nyanyian alam mulai kedengaran, kenikamatan meditasi mulai terasa.
Meditasi dalam kehidupan wanaprastha tidak menggunakan aktivitas pikiran, bahkan sebaliknya, melenyapkan segala denyut pikiran dan emosi yang timbul, karena keberadaannya menyebabkan gangguan. Yang terjadi dalam meditasi ialah keheningan, dan yang merasakan kehenaningan itu ialah roh atau jiwa.
Masuk hutan hakekatnya ialah masuk kedunia rohani, disana orang akan merasakan ketenangan, asal dia sudah cukup mateng untuk itu, jika tidak, mereka akan kebingungan harus berbuat apa. Didalam hutan rohani tidak sepi, banyak yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan seperti halnya kita hidup sendirian didalam hutan, tetapi segala sesuatunya harus diputuskan dan dikerjakan sendiri karena tidak ada teman untuk diajak berunding..
Kenikmatan kehidupan wanaprastha tidak sama dengan kenikamatan indria, karena kenikamatan itu bukan berasal dari pengindraan, melainkan hasil dari penyerapan bathin atas suasana sekitarnya. Hal ini memang sesuai dengan kondisi fisik orang lanjut usia, dimana idria tidak dapat lagi memberikan kenikmatan, bahkan akan mati satu-persatu. Dilain pihak, bathin orang tua akan makin peka, kondisi ini sangat menunjang kehidupan wanaprastha.
Kaum wanprastha bukan orang super, tetapi orang biasa, sama dengan orang grehastha karena mereka semua berasal dari sana, tetapi harus diakui bawha tidak semua orang grehastha bisa melanjutkan ketingkat wanprastha dalam satu masa kehidupan ini.
Seperti halnya kehidupan brahmacari memasuki kehidupan grehastha, tidak semua orang berhasil, semua itu tergantung pada program hidup yang harus dijalani masing-masing orang.
Kenikmatan lain yang aku dapatkan dari kehidupan wanaprastha ialah pengertian terhadap kehidupan makin dalam, disana aku rasakan tidak ada lawan maupun kawan, semua menjadi satu didalam diri sendiri, demikian pula dengan semua sakit penyakit adalah diri kita sendiri.
Orang wanprastha tidak akan menonjolkan diri, karena kehadirannya tidak menyebabkan bertambah, dan kepergiannya tidak menimbulkan kekurangan atau kesedihan, karena dia tahu saatnya harus masuk dan saatnya harus keluar.
Jika seorang wanaprastha mulai menonjolkan diri, berarti dia sudah keluar dari dalam hutan, apalagi bila dia sudah masuk organisasi. Lain halnya jika dia sudah tamat, artinya sudah memasuki alam sanyasin, kehadirannya tidak menambah, dan kepergiannya tidak mengurangi.
Kekayaan tidak menjamin seseorang bisa memasuki alam wanaprastha. Kenikamatan alam wanaprastha tidak dapat dibeli dengan uang seperti kenikamatan parawisata, kenikmatan klub malam dan semacamnya karena kita tidak bisa menggunakan fasilitas rumah atau mobil mewah, tetapi semua kenikmatan itu bisa kita cari didalam hutan bathin.
Memasuki alam wanaprastha bukan dengan cara menyediakan segala macam fasilitas fisik, bahkan sebaliknya membuang segala fasilitas fisik itu, karena hal itu menyebabkan kita terseret lagi ke-alam fisik, seperti yang kulakukan yaitu menyediakan peralatan electrinik untuk kegiatan dimasa pensiun justru menjadi beban bagiku sekarang.
Coba kita amati, kenikamatan apa yang bisa diberika oleh kekayaan.
Hiburan keramaian,….? Wanaprastha tidak memnutuhkan keramaian.Hiburan perempuan,..? Wanaprastha tidak mungkin mendapat kesenangan dengan mempermainkan hidup makhluk lain, tidak mungkin senang melihat nasib perempuan sebagai penghibur.

Dengan makanan,..? Wanaprastha menyadarai bahwa kelebihan makanan akan menimbulkan
penyakit, jika makanan dianggap sebagai kesenangan, maka fisik akan menderita.

Dengan harta benda..? Kelebihan harta benda merupakan beban, maka kaum wanaprsatha tidak akan mengangkut kotoran itu.

Dengan pujian atau kemasyuran,..? Senang dengan pujian merupakan ciri kekanak-kanakan, wanaprastha tidak mungkin kembali seperti kanak-kanak.
Kehidupan wanaprastha ialah kembali kedalam dasar kehidupan yang paling sederhana, sesudah itu lenyap tanpa arti didalam kehidupan seorang sanyasin, mengembara sebagai anak manusia tanpa beban.
Apakah kegiatan pokok dalam kehidupan wanaprastha,..? Pertama-tama harus belajar diam, harus bisa menikmati kesunyian. Jika kamu mulai melakukan kegiatan fisik dengan tujuan materi, itu berarti kamu sudah meninggalkan kehidupan wanaprastha.
Sebagaimana kamu mati meninggalkan kehidupan fisik, demikianlah kehidupan wanaprastha meninggalkan kehidupan grehastha, mening-galkan segala urusan mencari nafkah, baik didalam pikiran maupun didalam pelaksanaan se-hari2.
Melakukan meditasi untuk mencari kekuatan bathin, bukan termasuk kegiatan wanaprastha, karena masih tergolong kegiatan brahmacari yaitu mencari ilmu seperti juga yoga dan oleh raga lainnya.
Dalam kehidupan wanaprastha aku berusaha mencari kesunyian, memburu kesunyian sampai ke-alam meditasi, karena didalam alam meditasi aku temukan banyak keramaian berupa pikiran2 bawah sadar yang simpang siur. Keramaian pikiran bawah sadar itu adalah simpanan dari pengalaman bathin masa lalu, yang merupakan halangan terberat dalam menempuh kehidupan wanaprastha.
Kenapa dan untuk apa aku memburu kesunyian itu,..? karena di alam kesunyian itulah aku bisa mendengar suara dari alam sana, alam bathin yang lebih tinggi. Disanalah aku bisa mendapatkan petunjuk kemana aku harus pergi. Petunjuk itu akan keluar dengan sendirinya apa bila sudah diperlukan.
Jangan sekali-kali mengharapkan sesuatu yang hebat, sesuatu yang super menurut pandangan duniawi, karena hal itu bisa menimbulkan kekecewaan berat. Berlakulah sederhana seperti air mengalir, kerjakan apa yang bisa dikerjakan, tinggalkan apa yang tidak bisa dilakukan .
Semula, kata wanaprastha merupakan guyonan dalam menghadapai masa pensiun, tetapi sekarang bukan lagi guyonan, melainkan kenyataan yang harus aku jalani, aku sudah terseret kesana, tidak mungkin lagi aku kembali kedalam kehidupan grehastha.
Segala aktivitas fisikku rasanya lumpuh, selera duniawiku rasanya sudah jenuh, tidak ada lagi hiburan duniawi yang menyebabkan hatiku bisa senang.
Aku lebih tertarik dengan alam kesunyian, yaitu alam yang berbeda frequencynya dengan alam nyata ini. Alam sunyi yang aku temukan bukan terletak jauh dari keramaian kota, tetapi ada disana, didalam keramaian kota, hanya frequencynya yang berbeda, sehingga tidak akan terjadi saling tindis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar